ETIKA PERSAINGAN DAN MEMBANGUN JARINGAN USAHA KEMAMPUAN MENJELASKAN ETIKA DAN MANAJEMEN PEMASARAN NABI MUHAMMAD SAW

  MAKALAH


ETIKA BISNIS SYARIAH




Tentang:


ETIKA PERSAINGAN DAN MEMBANGUN JARINGAN USAHA KEMAMPUAN MENJELASKAN ETIKA DAN MANAJEMEN PEMASARAN NABI MUHAMMAD SAW


Disusun Oleh:


GILANG RAMADHAN


NIM 2230404069



Dosen Pengampu:


TEZI ASMADIA,M. E. Sy




PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR

TAHUN AKADEMIK 2025








KATA PENGANTAR



Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan segenap upaya demi memenuhi tugas untuk mata kuliah Etika Bisnis Syariah tentang " Etika Persaingan Dan Membangun Jaringan Usaha Kemampuan Menjelaskan Etika Dan Manajemen Pemasaran Nabi Muhammad Saw " dengan dosen pengampu Ibu TEZI ASMADIA,M. E. Sy.

Shalawat beserta salam penulis ucapkan kepada Baginda Rasulullah Saw. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah ilmu pengetahuan para pembaca. Penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini selanjutnya.




 


Batusangkar, Mei 2025

                                                                         



                                                           Penulis








BAB I


PENDAHULUAN




A. Latar Belakang

Dalam dinamika dunia bisnis modern, persaingan antar pelaku usaha semakin kompleks dan menantang. Perubahan teknologi, globalisasi, serta meningkatnya kesadaran konsumen mendorong para pelaku usaha untuk tidak hanya fokus pada strategi keuntungan semata, tetapi juga memperhatikan aspek etika dan moral. Ketika dunia usaha dihadapkan pada berbagai praktik bisnis yang merugikan seperti penipuan, monopoli, dan eksploitasi, maka penting bagi kita untuk kembali kepada nilai-nilai yang diajarkan oleh tokoh besar umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.


Nabi Muhammad SAW bukan hanya dikenal sebagai pembawa risalah Islam, tetapi juga sebagai seorang pedagang sukses yang telah memberikan teladan dalam etika bisnis. Rasulullah SAW menunjukkan bahwa keberhasilan dalam usaha tidak lepas dari integritas, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama. Etika bisnis yang beliau ajarkan menjadi fondasi utama dalam membentuk lingkungan usaha yang adil, sehat, dan saling menguntungkan.


Makalah ini bertujuan mengulas lebih dalam mengenai bagaimana etika dan manajemen pemasaran Nabi Muhammad SAW diterapkan, bagaimana etika persaingan bisnis ditinjau dari perspektif Islam, serta bagaimana membangun jaringan usaha yang kuat dan bermoral. Pembahasan ini penting untuk memberikan panduan moral dan strategis bagi pelaku usaha agar dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.




B. Rumusan Masalah


1. Apa Etika Dan Manajemen Pemasaran Nabi Muhammad SAW?


2. Apa Etika Persaingan (Pihak-Pihak Yang Bersaing, Cara Bersaing, Produk Yang Dipersaingkan)?


3. Bagaimana Membangun Jaringan Usaha (Faktor-Faktor Pembentukan Jaringan Usaha, Pola Hubungan, Memantapkan Ralasi)?




 

C. Tujuan


1. Untuk Mengetahui Etika Dan Manajemen Pemasaran Nabi Muhammad SAW.


2. Untuk Mengetahui Etika Persaingan (Pihak-Pihak Yang Bersaing, Cara Bersaing, Produk Yang Dipersaingkan).


3. Untuk Mengetahui Membangun Jaringan Usaha (Faktor-Faktor Pembentukan Jaringan Usaha, Pola Hubungan, Memantapkan Ralasi)










BAB II


PEMBAHASAN





A. Etika Dan Manajemen Pemasaran Nabi Muhammad SAW

Rasulullah SAW telah menjadi pedagang sukses sejak usia muda. Ketika beliau berdagang, tidak hanya mengutamakan keuntungan materi, tetapi juga menjadikan transaksi sebagai sarana ibadah dan penyebaran nilai-nilai kebenaran. Strategi dan manajemen pemasaran yang beliau jalankan mengedepankan aspek spiritual, sosial, dan ekonomi secara seimbang. Beberapa prinsip utama dalam etika dan manajemen pemasaran beliau antara lain:



1. Kejujuran dan Transparansi

Nabi Muhammad SAW selalu jujur dalam berdagang. Beliau tidak pernah menutup-nutupi kekurangan barang dagangan. Dalam hadis disebutkan: "Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq, dan syuhada di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi). Dalam konteks pemasaran modern, kejujuran mencerminkan pentingnya komunikasi yang benar dalam promosi, kejelasan informasi produk, dan penghindaran dari misleading advertising.


2. Tanggung Jawab dan Amanah


Rasulullah SAW menunjukkan bahwa seorang pedagang harus amanah, yakni menjaga kepercayaan pelanggan, mitra, dan pemasok. Beliau dipercaya oleh Siti Khadijah untuk membawa barang dagangan ke Syam karena dikenal sebagai "Al-Amin" (yang terpercaya). Ini mencerminkan pentingnya reputasi dalam manajemen pemasaran.



3. Pelayanan yang Humanis


Nabi SAW selalu memperlakukan pelanggan dengan sopan, sabar, dan penuh penghargaan. Dalam pemasaran, ini bisa dikaitkan dengan pelayanan pelanggan (customer service) yang baik, menjaga loyalitas, dan memperlakukan pelanggan sebagai mitra bukan objek semata.


4. Larangan Manipulasi dan Kecurangan

Beliau melarang keras manipulasi harga, penipuan kualitas, dan permainan pasar. Dalam hadis dijelaskan: “Barang siapa yang menipu, maka ia bukan golongan kami.” (HR. Muslim). Ini menjadi prinsip penting dalam menjaga etika pemasaran.


5. Prinsip Keberkahan, bukan Keuntungan Semata

Bisnis yang dijalankan Rasulullah SAW tidak hanya mengejar keuntungan finansial, tapi juga keberkahan. Beliau mengajarkan bahwa keuntungan sejati adalah rezeki yang halal, bersih, dan memberi manfaat.(Adzkiya’, 2017)






B. Etika Persaingan (Pihak-Pihak Yang Bersaing, Cara Bersaing, Produk Yang Dipersaingkan)


Etika persaingan adalah prinsip moral dan nilai-nilai yang mengatur perilaku para pelaku usaha dalam bersaing di pasar. Etika ini bertujuan agar persaingan bisnis berlangsung secara sehat, adil, dan tidak merugikan konsumen, pesaing, maupun masyarakat luas. Dalam konteks ekonomi modern, persaingan memang penting untuk mendorong inovasi dan efisiensi, namun harus dilakukan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab. Persaingan yang tidak etis dapat menimbulkan monopoli, manipulasi pasar, eksploitasi konsumen, serta kerusakan reputasi jangka panjang bagi pelaku usaha.




1. Pihak-Pihak yang Bersaing

a) Perusahaan atau Pelaku Usaha: Baik skala kecil, menengah, maupun besar yang menawarkan produk atau jasa sejenis di pasar yang sama.

b) Konsumen: Secara tidak langsung juga ikut dalam persaingan karena menjadi target utama yang ingin dimenangkan oleh para pelaku usaha.

c) Distributor/Pengecer: Mereka bersaing dalam layanan distribusi, harga, atau kecepatan pengiriman.

d) Inovator atau Startup: Pelaku baru di pasar yang menghadirkan solusi atau produk yang lebih modern dan efisien.(Rosmaya et al., 2022)




2. Cara Bersaing

Etika persaingan menuntut bahwa cara bersaing harus dilakukan dengan adil, jujur, dan tidak merugikan pihak lain. Berikut beberapa cara bersaing yang umum:


a) Cara Bersama Etis:

1) Inovasi Produk: Menawarkan keunggulan fungsional, kualitas, atau desain produk.

2) Pelayanan yang Lebih Baik: Menyediakan layanan purna jual, respon cepat, atau kenyamanan transaksi.

3) Harga yang Kompetitif: Memberikan harga yang wajar dan sebanding dengan kualitas produk.

4) Promosi Kreatif: Melakukan iklan dan promosi yang tidak menjelekkan pesaing, tetapi fokus pada kelebihan produk sendiri.

5) Peningkatan Kualitas SDM: Mengedepankan profesionalisme dan pelayanan pelanggan.



b) Cara Tidak Etis (harus dihindari):

1) Black Campaign: Menyebarkan informasi palsu atau negatif tentang pesaing

2) Dumping: Menjual produk di bawah biaya produksi untuk mematikan pesaing.

3) Plagiarisme Produk: Meniru produk pesaing tanpa inovasi sendiri.

4) Monopoli atau Kartel: Menguasai pasar secara tidak wajar, mengatur harga dengan pesaing.




3. Produk yang Dipersaingkan

Persaingan bisa terjadi pada berbagai jenis produk atau jasa, misalnya:

a) Produk Konsumsi: Makanan, minuman, pakaian, kosmetik.

b) Produk Teknologi: Smartphone, software, perangkat keras.

c) Jasa: Layanan transportasi online, jasa keuangan, layanan konsultasi.

d) Produk Digital: Aplikasi, platform streaming, game online.

e) Produk Industri: Mesin, alat berat, bahan baku industri.





C. Membangun Jaringan Usaha (Faktor-Faktor Pembentukan Jaringan Usaha, Pola Hubungan, Memantapkan Ralasi)


Dalam dunia bisnis modern yang semakin kompetitif dan dinamis, jaringan usaha (business networking) menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menjalankan dan mengembangkan suatu usaha. Jaringan usaha merupakan hubungan kerjasama yang terjalin antara pelaku bisnis dengan pihak-pihak lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha, seperti konsumen, supplier, mitra usaha, pemerintah, komunitas, maupun institusi keuangan. Dengan jaringan yang kuat, pelaku usaha bisa memperoleh berbagai keuntungan, seperti akses informasi pasar, peluang kerjasama, sumber daya, bahkan dukungan finansial.(Pasaribu, 2021)




1. Faktor-faktor Pembentuk Jaringan Usaha

a) Kepercayaan (Trust): Dasar dari semua bentuk kerja sama. Tanpa kepercayaan, jaringan usaha tidak dapat bertahan.

b) Komitmen: Pelaku usaha harus menjaga komitmen terhadap janji, waktu pengiriman, dan kualitas produk.

c) Komunikasi yang Efektif: Dialog terbuka, saling memberi masukan, dan menghindari miskomunikasi penting dalam jaringan.

d) Kepedulian Sosial: Pelaku usaha harus menunjukkan empati dan mendukung mitra dalam kondisi sulit, seperti krisis atau musibah.




 

2. Pola Hubungan dalam Jaringan Usaha

a) Kolaboratif: Kerjasama yang didasarkan pada tujuan bersama, seperti konsorsium usaha kecil atau koperasi.

b) Simetris: Hubungan yang saling menguntungkan dan setara antara dua pihak.

c) Berbasis Ukhuwah Islamiyah: Hubungan yang dilandasi oleh kasih sayang, solidaritas, dan prinsip tolong-menolong.




 

3. Memantapkan Relasi Usaha


Relasi usaha dapat diperkuat dengan:

a) Menjaga kejujuran dalam komunikasi.

b) Menghormati kontrak kerja sama.

c) Menghindari konflik melalui mediasi atau musyawarah.

d) Membina hubungan secara berkelanjutan, tidak hanya saat butuh.








BAB III


PENUTUP




 




A. Kesimpulan

Etika dan manajemen pemasaran Nabi Muhammad SAW menjadi contoh ideal bagi dunia usaha modern. Rasulullah menekankan pentingnya kejujuran, amanah, pelayanan yang baik, serta prinsip keberkahan dalam berdagang. Dalam menghadapi persaingan, Islam menekankan pada keadilan, kejujuran, dan perlombaan dalam kebaikan. Praktik monopoli, penipuan, dan fitnah terhadap pesaing sangat dilarang. Selain itu, membangun jaringan usaha menjadi bagian penting dalam mengembangkan bisnis yang berkelanjutan, yang dilandasi oleh kepercayaan, komunikasi yang baik, serta nilai-nilai ukhuwah.




 




 




 




 




 




DAFTAR PUSTAKA


Adzkiya’, U. (2017). Etika Bisnis dalam Islam (Analisis Terhadap Aspek Moralitas Pelaku Bisnis). Jurnal: Iqtisad Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia, 4 (1), 1–10.


Pasaribu, R. (2021). Kinerja Usaha Sebagai Moderasi Jaringan Usaha Terhadap Pengembangan Usaha (Studi Mitra Binaan Pegadaian Medan). Journal of Economics and Business, 2(2), 1–17. https://doi.org/10.36655/jeb.v2i2.544


Rosmaya, R., Bedong, M. A. R., Zubair, M. K., & Wahidin, W. (2022). Analisis Etika Bisnis Islam dalam Persaingan Usaha Pabbagang di Desa Pallemeang Kabupaten Pinrang. DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum, 20(1), 01–18. https://doi.org/10.35905/diktum.v20i1.2711


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PRAKTEK BISNIS YANG DIBOLEHKAN DAN DILARANG DALAM ISLAM